ProKontra, Ponorogo – Rencana penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Mrican belum bisa terlaksana sesuai jadwal yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pasalnya, TPA pengganti baru di Ponorogo diperkirakan baru bisa beroperasi pada 2026 mendatang.
Sembari menunggu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo kini fokus menekan volume sampah melalui optimalisasi Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R) di sejumlah wilayah.
“Kita optimalkan fungsi TPS-3R di sejumlah kecamatan untuk mengurangi kiriman ke TPA,” kata Plt Kepala DLH Ponorogo, Jamus Kunto Purnomo, Senin (6/10).
Menurut Jamus, konsep 3R menekankan pentingnya pemilahan sejak sumbernya. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos, sementara plastik, kertas, dan logam bisa didaur ulang.
“Mindset masyarakat harus berubah. Bukan sekadar buang ke TPA, tapi bagaimana sampah selesai di TPS,” ujarnya.
Ia menambahkan, idealnya TPA hanya menerima residu—sampah yang sudah tidak bisa diolah, seperti popok, pembalut, dan styrofoam. Dengan demikian, beban TPA bisa berkurang secara signifikan.
“Sampah organik dijadikan pupuk kompos. Hasilnya bisa dipakai untuk taman kota dan memberi nilai ekonomi bagi pengelola TPS,” imbuhnya.
DLH juga mulai memperkuat sistem pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga, sekolah, pasar, hingga perkantoran. Termasuk dengan pembuatan lubang biopori berdiameter besar untuk mempercepat penyerapan air dan pengolahan sampah organik. “Kita harus kerja bersama menyelesaikan persoalan ini,” tegas Jamus.
Sebelumnya, KLHK merekomendasikan agar TPA Mrican ditutup mulai awal November 2025 lantaran sistem pengelolaannya masih menggunakan pola open dumping yang dianggap tidak ramah lingkungan. TPA pengganti diwajibkan menerapkan sistem sanitary landfill.
“Kita akan meminta keringanan agar TPA Mrican masih bisa difungsikan sementara. Sambil terus memaksimalkan pengelolaan sampah di hulu dan menyiapkan lahan baru,” pungkas Jamus.