ProKontra, Magetan – Rencana pembangunan Masjid Bir Ali dan tempat manasik haji di Kelurahan Rejosari, Kecamatan Kawedanan, Magetan, mendapat penolakan dari warga setempat.
Warga RT 01 dan RT 02/RW 01 secara resmi menyatakan menolak proyek tersebut karena merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan. Mereka juga mengecam pencatutan nama dalam kepengurusan tanpa izin.
Dalam surat pernyataan yang ditandatangani warga, mereka menyoroti minimnya sosialisasi dari pihak terkait.
“Tiba-tiba ada kendaraan yang bongkar material di tempat kami tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Ini kami anggap menyepelekan warga setempat,” ujar Ketua RT 02, Harsono, Senin (17/2/2025).
Menurut Harsono, warga mempertanyakan legalitas tanah yang diklaim sebagai tanah wakaf. Hingga kini, mereka mengaku belum pernah menerima dokumen resmi terkait status wakaf tersebut maupun keabsahan Yayasan Jabal Nur selaku pihak yang mengelola pembangunan.
Selain masalah administrasi, warga juga menyoroti dampak pembangunan terhadap lingkungan sekitar. Mereka khawatir aktivitas masjid dan tempat manasik haji akan menimbulkan kemacetan serta mengganggu kenyamanan warga.
Warga menilai proyek ini berpotensi merusak infrastruktur jalan di sekitar lingkungan mereka. Dengan tingginya aktivitas kendaraan pengunjung, jalan di Jl. Pandean 1 dan Jl. Pandean 2 dikhawatirkan cepat rusak.
“Apabila pembangunan tersebut tetap berjalan terus sampai selesai sehingga bisa dimanfaatkan seperti di lingkungan KUA Kecamatan Kawedanan dulu, pasti akan menimbulkan banyak kendaraan yang keluar-masuk, menurunkan dan menaikkan penumpang. Ini akan mengganggu aktivitas warga, apalagi lokasi ini dekat dengan sekolah dasar,” beber Harsono.
Warga juga mempertanyakan fasilitas pendukung seperti lahan parkir. Panitia menyebut kendaraan akan diparkir di lapangan PG Rejosari, namun hingga kini warga belum melihat adanya surat izin resmi dari pengelola lapangan tersebut.
Lebih lanjut, beberapa warga mendapati nama mereka masuk dalam struktur kepengurusan takmir masjid tanpa izin. Bahkan, Ketua MUI Kecamatan Kawedanan dan unsur Forkopimca disebut sebagai penasehat dan pelindung tanpa konfirmasi terlebih dahulu.
Menurut Harsono, tindakan pencatutan nama dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan:
– Pasal 433 UU Nomor 1 Tahun 2023, pencemaran nama baik dapat dikenakan pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda hingga Rp4,5 juta.
– Pasal 28 ayat (1) UU ITE, mengatur larangan menyebarkan berita bohong dan menyesatkan untuk penipuan.
– Pasal 32 jo. Pasal 48 UU ITE, mengatur larangan penyalinan data pribadi orang lain tanpa izin.
Selain sanksi pidana, pihak yang terlibat dalam pencatutan nama juga bisa dikenai sanksi administratif dari lembaga terkait.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, warga setempat dengan tegas meminta panitia pembangunan untuk menghentikan seluruh aktivitas proyek di lokasi tersebut.