banner 728x250

Pernikahan Anak dan Kasus Kekerasan Masih Jadi PR Besar di Magetan

Plt Kepala Dinas PPKBPP dan PA Magetan, Miftahudin.

ProKontra, Magetan – Meski mengalami tren penurunan, pernikahan dini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kabupaten Magetan.

Hingga awal Agustus 2025, tercatat sudah ada 38 permohonan dispensasi kawin yang diajukan pasangan di bawah usia 19 tahun ke Pengadilan Agama Magetan.

Plt Kepala Dinas PPKBPP dan PA Magetan, Miftahudin, mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus tersebut dipicu oleh kehamilan di luar nikah.

“Faktanya masih ada puluhan anak yang menikah di usia dini. Ini persoalan serius karena menyangkut masa depan anak-anak yang semestinya masih duduk di bangku sekolah,” ujarnya, Selasa (5/8).

Data dari dinas menunjukkan bahwa permohonan dispensasi nikah menurun dari tahun ke tahun. Tahun 2020 tercatat ada 168 permohonan, turun menjadi 117 pada 2021, lalu 93 di 2022, 81 di 2023, dan 56 di 2024. Namun, angka 38 hingga Agustus 2025 masih menjadi sinyal bahwa fenomena ini belum benar-benar teratasi.

Tak hanya pernikahan dini, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih menghantui Magetan. Selama tahun berjalan, telah tercatat 29 kasus kekerasan—11 menimpa perempuan dewasa dan 18 dialami anak-anak. Bentuk kekerasan yang terjadi beragam, mulai dari fisik, seksual, penelantaran, hingga KDRT.

“Beberapa kasus bahkan sampai ke ranah hukum, terakhir ada 8 kasus yang ditangani kepolisian, termasuk kasus sodomi. Sayangnya, banyak pula kasus yang akhirnya diselesaikan secara kekeluargaan,” terang Miftahuddin.

Sebagai langkah konkret, Pemkab Magetan melakukan pendekatan lintas sektor melalui berbagai nota kesepahaman (MoU) dengan lembaga terkait, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Pengadilan Agama, dan Polres. Salah satu terobosannya adalah penerapan konseling pra-dispensasi kawin.

Kepala Pengadilan Agama Magetan, Hermin Sriwulan, menekankan pentingnya pendampingan psikologis bagi calon pengantin usia dini sebelum pengajuan disetujui.

“Anak-anak ini perlu tahu bahwa pernikahan bukan cuma soal legalitas agama dan negara. Ada tanggung jawab sosial dan emosional jangka panjang yang harus siap mereka pikul,” jelas Hermin.

Ia juga menegaskan bahwa pernikahan di bawah umur yang dilakukan secara tidak sah tidak bisa disahkan melalui isbat nikah.

“Pernikahan yang dilakukan saat belum cukup umur dan tidak sesuai hukum tidak dapat disahkan. Mereka harus mengulang pernikahan yang sah melalui KUA,” tegasnya.

Dalam upaya perlindungan anak, Dinas PPKBPP dan PA juga menjalin kolaborasi dengan Forum Anak Kabupaten Magetan. Beberapa aspirasi yang disuarakan antara lain pemasangan CCTV di titik rawan dan penyediaan ruang publik yang ramah anak.

Isu stunting juga mendapat perhatian khusus. Melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), sebanyak 764 sasaran telah disentuh, termasuk 10% porsi untuk ibu hamil dan menyusui yang sebelumnya belum terjangkau.

“Kami dari Dinas KB menangani B3 (Bumil, Busui, dan Balita) sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting sejak dini,” tambah Miftahuddin.

Berbagai langkah ini menjadi bukti bahwa perlindungan terhadap anak dan perempuan di Magetan bukan sekadar wacana, tapi terus didorong melalui aksi nyata dan kolaborasi lintas lembaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *