ProKontra, Magetan – Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang berlangsung di Kabupaten Magetan telah memunculkan kekhawatiran terkait pelanggaran pidana dalam proses Pemilihan Bupati.
Pengamat Politik, Singgih Manggalou menilai PSU yang dilaksanakan di empat Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan 2.117 pemilih dapat memicu konflik yang cukup signifikan dalam menentukan siapa yang berhak dilantik sebagai eksekutif.
“Jika ada pelanggaran yang terjadi selama PSU, maka pemilu tersebut dapat dipertanyakan legitimasi dan keabsahannya,” ujar Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jatim ini saat dihubungi, Kamis (13/3/2025).
Singgih menjelaskan bahwa praktik-praktik yang merusak proses demokrasi dapat menjadi ancaman pidana yang serius bagi pelaku, termasuk pembagian sembako dengan gambar pasangan calon yang telah teridentifikasi menjelang PSU.
Praktik politik uang melalui pembagian sembako yang melibatkan gambar pasangan calon jelas melanggar hukum dan dapat dihukum pidana.
Singgih menegaskan bahwa tindakan tersebut harus menjadi perhatian serius dari Bawaslu Magetan. Ancaman hukuman bagi mereka yang terbukti melakukan pelanggaran ini bisa berupa pidana penjara selama 36 hingga 72 bulan dan denda yang mencapai Rp 1 miliar.
“Pembagian sembako ini melanggar Pasal 187A ayat 1 UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, yang mengatur sanksi pidana bagi pelaku politik uang,” kata Singgih.
Bahkan, dalam kasus ini, jika terbukti melakukan pembagian sembako, calon kepala daerah yang terlibat bisa didiskualifikasi dari kontestasi pemilu. Singgih juga mengingatkan pentingnya ketegasan dalam menangani praktik-praktik semacam ini untuk menjaga kredibilitas Pemilu.
“Pelanggaran seperti ini bisa merusak integritas pemilu, yang seharusnya dilaksanakan dengan adil dan tanpa intervensi,” tambah Singgih.
Dengan adanya banyak potensi pelanggaran yang bisa berujung pada pidana, Singgih mengingatkan agar pihak berwenang, terutama Bawaslu, berani bertindak tegas dalam menindaklanjuti laporan-laporan terkait pelanggaran pemilu ini.
“Undang-Undang sudah sangat jelas, bola kini ada di tangan Bawaslu. Tinggal menunggu apakah mereka berani bertindak atau tidak,” tandas alumnus Ilmu Politik Universitas Airlangga ini.