ProKontra, Magetan – Jalan kampung sepanjang satu kilometer di Dusun Joso, Desa Turi, Kecamatan Panekan, Magetan, mendadak ramai seperti pasar malam.
Bukan karena jualan, tapi karena ribuan ketupat dan lepet digantung di depan rumah-rumah warga, Rabu (9/4/2025).
Tradisi lebaran kupatan yang sudah berlangsung sejak 2017 ini kembali digelar dengan semarak, menyedot perhatian warga dari berbagai daerah.
Bukan hanya jadi pajangan, ketupat dan lepet itu boleh direbut. Begitu acara dimulai, suasana langsung heboh. Teriakan, tawa, hingga langkah cepat berebut ketupat membuat dusun kecil itu penuh gegap gempita.
“Dulu sebelum pandemi bisa sampai 5.000 ketupat. Tapi sekarang kita pilih konsep sederhana, tiap KK bikin sekitar 20 biji,” ujar Minhad, Ketua Panitia Kegiatan.
Tahun ini, sekitar 1.500 ketupat dan lepet disiapkan secara swadaya oleh warga. Tradisi ini digelar bukan hanya untuk seru-seruan, tapi sebagai bentuk syukur dan semangat gotong royong khas Nahdlatul Ulama. Tak heran, kampung ini memang dikenal sebagai Kampung NU pertama di Magetan.
Tak hanya rebutan ketupat, warga juga membuka tenda makanan gratis. Aneka hidangan khas lebaran kupatan disajikan, mulai dari sayur lodeh, pecel ketupat, hingga kerupuk lempeng khas Magetan. Semua bisa dinikmati siapa saja tanpa dipungut biaya.
Tak kalah seru, satu gunungan berisi sayuran dan uang receh juga diperebutkan usai acara pengajian umum. Gunungan ini menjadi simbol keberkahan sekaligus penutup manis dari rangkaian acara.
Menurut Zainal Arifin, salah satu warga, tiap tahun hiburannya selalu berbeda-beda. “Pernah juga ada Barongsai, Jaranan, macam-macam. Tapi pengajian umum itu pasti selalu ada,” kata dia.
Tahun ini, kesenian Reog Ponorogo tampil memukau sebagai hiburan utama. Menariknya, para pemainnya adalah santri dari desa setempat. Sebuah perpaduan antara religius dan budaya yang makin memperkuat identitas kampung ini.
“Ini bukan soal banyaknya ketupat, tapi bagaimana kita bisa berbagi dan menjaga tradisi,” tutup Minhad.