banner 728x250

Amanah UU Pers No 40 Tahun 1999 Tentang Pers : Haruskah Pers Terdaftar di Dewan Pers ?

Oleh : Lilik Abdi Kusuma

Pimpinan Redaksi  Media ProKontra.id

ProKontra, Magetan – Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undnag-Undang Dasar 1945 harus dijamin.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan hak asasi manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.

Pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1982 sudah tidak sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman.

Amanat UU Pers tidak ada mewajibkan Perusahaan Pers, Organisasi Pers dan Insan Pers harus Terdaftar di Dewan Pers, sebab kemerdekaan Pers berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, semua sudah cukup jelas.

Bahkan secara eksplisit dalam pasal 15 ayat (1) UU tentang Pers, jelas dinyatakan, Dewan Pers yang independen memiliki tugas pokok untuk mengembangkan kemandirian pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.

Jadi Dewan Pers dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, tak lain tak bukan, hanya mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah, juga sebagai fasilitator, yakni memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan hanya mendata perusahaan pers serta meningkatkan kualitas profesi kewartawanan guna melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.

Seharusnya, Pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah, termasuk Masyarakat Pers perlu memahami dan menyadari, bahwa Dewan Pers tidak berhak merekomendasi untuk menetapkan, apalagi sampai mengakui hanya ada beberapa organisasi Pers ataupun hanya beberapa perusahaan Pers yang terdaftar di Dewan Pers yang dapat bekerja sama dengan pemerintah.

Perlu kita ketahui, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, dinyatakan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dijamin memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi melalui media apa saja dengan tidak memandang batas-batas wilayah.

Untuk itu perlu adanya asas, fungsi, hak dan kewajiban bagi Pers dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan pokok Pers yang diatur dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999.

Dari ketentuan umum yang termaktub pada UU tersebut, terjamin kehidupan Pers yang demokratis dan memiliki kemerdekaan dalam mencari dan menyampaikan informasi. (Pasal 28 UUD 1945).

Dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik tersebut, Perusahaan Pers, Insan Pers dan Organisasi Pers termasuk Dewan Pers telah diatur tugas dan peranannya.

Bahkan tugas Dewan Pers jelas dan tegas dinyatakan hanya membina, memfasilitasi dan mendata, dengan kata lain tidak berhak intervensi, apa lagi sampai mengeluarkan pernyataan bahwa harus terdaftar di Dewan Pers.

Pada UU Pers nomor 40 tahun 1999. telah dijabarkan fungsi dan kewajiban serta peranan Pers yang dapat kita lihat pada :

  • BAB I pasal 1 ayat 5, tentang Organisasi Pers.
  • BAB III tentang Wartawan atau Insan Pers.
  • BAB IV tentang Perusahaan Pers.
  • BAB V tentang Dewan Pers.

Diketahui selama ini, masih banyak pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yang belum memahami lebih jauh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, hingga masih terpengaruh dengan pemahaman belenggu orde Baru bahwa Dewan Pers adalah corong pemerintah atau perpanjangan tangan pemerintah untuk mengatur kebebasan Pers.

Sebahagian pemerintah daerah di berbagai wilayah Republik Indonesia, masih ada menganggap bahwa Dewan Pers adalah corong pemerintah yang dapat menghitam putihkan nasib pers.

Kita tahu bahwa Dewan Pers dibentuk pada masa awal reformasi tahun 1998 adalah untuk menghilangkan campur tangan, dan menghapus peran Departemen Penerangan yang selama ini menjadi Corong pemerintah dalam mengatur Pers.

Departemen Penerangan, yang saat itu menjadi corong pemerintah, sudah dinyatakan tidak ada lagi, dengan demikian Dewan Pers lama, yang di bawah naungan Departemen Penerangan, karena tidak mampu memperjuangkan kebebasan pers sudah tidak berlaku lagi.

Berdasarkan hal tersebut maka, keberadaan Dewan Pers telah disempurnakan menjadi : Dewan Pers Independen seperti yang telah diatur pada UU Pers nomor 40 tahun 1999, terlihat pada BAB V Dewan Pers pasal 15 ayat 1 sampai 7.

Di bentuknya Dewan Pers independen, yang mulai bekerja pada awal April 2000 tersebut, jelas sangat berbeda tupoksinya dengan Dewan Pers masa orba.

Namun sayang, keberadaan Dewan Pers yang sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, tidak tersosialisasi kan secara menyeluruh kepada sebahagian pemerintahan di daerah.

Agar persepsi perbedaan pandangan tersebut tidak terus berkembang liar, ada baiknya Kominfo yang ada di beberapa pemerintah daerah untuk lebih jeli lagi memaknai dan memahami keberadaan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, khususnya BAB V terkait peran Dewan Pers yang telah di atur pada pasal 15 ayat 1 sampai 7.

Di mana kita pahami dari tujuh butir ayat tersebut di atas, tidak ada satupun peranan dewan Pers untuk terlibat dan masuk lebih jauh, apa lagi diduga sampai mengatur bahkan ikut intervensi melalui edaran agar pemerintah daerah tidak menerima Wartawan atau media yang tidak terdaftar di Dewan Pers untuk bermitra atau bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Adapaun tujuh amanat yang diberikan kepada Dewan Pers adalah :

  1. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain. Pihak lain ini bisa pemerintah, pengusaha juga masyarakat dan asing.
  2. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers.
  3. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik. (Bukan menetapkan kemitraan atau untuk alat kerja sama dengan pemerintah daerah)
  4. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
  5. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah.
  6. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers (di sini jelas, hanya memfasilitasi) dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan.
  7. Mendata perusahaan pers. (Jadi jelas Dewan Pers hanya mendata), apakah keberadaan perusahaan pers tersebut telah memenuhi standar ketentuan Pengesahan Pendirian PT oleh Menteri Hukum dan HAM serta telah memenuhi sesuai prosedur maupun kriteria pendaftaran yang ditetapkan oleh pemerintah, bukan mengakui atau tidak mengakui keberadaan perusahaan pers.

Kalau kita lihat, tujuh amanat yang diberikan oleh UU 40 tentang Pers (BAB V Pasal 15 ayat satu sampai tujuh) kepada Dewan Pers tersebut, jelas tidak ada memberi kewenangan kepada Dewan Pers untuk mengatur, mengakui apa lagi sampai menetapkan bahwa hanya organisasi pers A lah yang diakui, atau hanya perusahaan Pers B lah yang diakui bahkan ada sampai pada kompetensi Wartawan pun harus melalui UKW yang diselenggarakan oleh Dewan Pers.

Sebab kita tahu, Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) adalah satu-satunya lembaga independen yang dibentuk pemerintah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Profesi atau Ketenagakerjaan.

Sertifikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa profesi atau tenaga kerja di Indonesia memiliki kompetensi yang sesuai dengan standar nasional maupun internasional. Sertifikasi BNSP diakui secara luas oleh industri dan menjadi salah satu indikator keahlian dan profesionalisme dalam suatu bidang.

Demikian juga LSP Pers Indonesia, satu-satunya lembaga sertifikasi profesi wartawan di Indonesia yang berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Setiap pemegang sertifikat telah melalui proses penilaian dan uji kompetensi yang sesuai dengan pedoman BNSP dan Mengacu Ke SKK khusus.

Dengan demikian Dewan Pers sebenarnya tidak bisa memproduksi produk di luar kewenangannya, apa lagi untuk memberi izin, mengeluarkan status terdaftar dan membuat lembaga kompetensi dengan sertifikasi tanpa lisensi lembaga terkait, kecuali bekerja sama atau telah mendapat lisensi dari lembaga yang bersangkutan.

Dengan kata lain Dewan Pers Hanya Pemfasilitasi.

Sebab tujuan dibentuknya Dewan Pers yang independen adalah untuk upaya pengembangan kemerdekaan Pers dan meningkatkan kehidupan Pers nasional, tidak ada tujuan untuk memproduksi sesuatu hal yang baru hanya untuk menghidupkan kepentingan beberapa organisasi Pers saja, atau mengakui dan menguntungkan hanya beberapa perusahaan Pers dan beberapa organisasi pers saja.

Jadi Dewan Pers bukan lembaga untuk mengakui apalagi untuk menetapkan hanya beberapa organisasi wartawan atau beberapa perusahaan Pers saja yang disahkan.

Keberadaan Dewan Pers antara lain untuk melindungi dan melakukan pengkajian dengan menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik dengan memberikan pertimbangan atas pengaduan masyarakat terkait pemberitaan pers serta mengembangkan komunikasi pers terutama dengan memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

Termasuk mendata perusahaan pers yang keberadaanya telah memenuhi standar ketentuan Pengesahan Pendirian PT oleh Menteri Hukum dan HAM serta telah memenuhi sesuai prosedur pendaftaran yang ditetapkan oleh pemerintah.

Jadi jelas, bahwa Dewan Pers keberadaannya bukanlah sebagai corong pemerintah apa lagi sampai mengakui dan tidak mengakui keberadaan perusahaan pers, organisasi Pers dan keberadaan wartawan itu sendiri.

Dewan Pers harus mampu memfasilitas kebebasan pers yang menjadi sistem nilai di dalam era demokrasi saat ini, agar dapat terus berkembang dan dijamin sebagai hak azasi warga negara.

Apa lagi di era keterbukaan saat ini kemerdekaan Pers merupakan wujud yang tak terpisahkan dari kedaulatan rakyat dalam menyampaikan kemerdekaan berpikir dan menyampaikan pendapat dengan jaminan dan perlindungan hukum yang bebas dari campur tangan ataupun intervensi dari pihak manapun.

Tujuh amanat yang diberikan oleh UU 40 tentang Pers (BAB V Pasal 15 ayat satu sampai tujuh) kepada Dewan Pers tersebut, sebenarnya adalah untuk menjamin agar tidak timbul kekhawatiran akan adanya intervensi dan pembatasan kemerdekaan Pers, dan salah satu tujuan dibentuknya undang-undang tentang Pers tersebut antara lain, tentu untuk menghilangkan anggapan masih ada lembaga yang dapat mengatur pers apa lagi mengintervensi kebebasan pers.

Jadi kalau ada Opini yang berkembang akhir-akhir ini tentang, adanya pembatasan – pembatasan penyiaran, bahkan sampai ada beberapa pimpinan daerah membuat kebijakan yang berbeda-beda, tentu keberadaan Kominfo di daerah tersebut belum memahami fungsinya sebagai kontrol Penyiaran daerahnya.

Seharusnya Kominfo tersebut memajukan dan memberikan jaminan perlindungan kepada pers dalam melaksanakan fungsi, hak dan kewajiban dalam menjalankan tugasnya yang sesuai dan telah diatur pada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

Perbedaan kebijakan dan pemahaman yang dapat menjadi bumerang bagi daerah, terutama terkait adanya pembatasan-pembatasan penyiaran untuk dapat bekerja sama dalam pemberitaan di sebahagian kecil Pemerintah Provinsi dan pemerintahan daerah yang ada negara Kesatuan Republik Indonesia ini, seharusnya sudah tidak ada lagi.

Hal tersebut seharusnya dapat lebih dipertegas lagi bahwa Pers yang profesional adalah Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi.

Pers yang profesional, tentu Pers yang terbebas dari pelarangan, pembredelan, dan terlepas dari pembatasan penyiaran untuk dapat bekerja sama dalam pemberitaan di seluruh Pemerintahan yang ada negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Sebenarnya perbedaan kebijakan ini tidak lagi terjadi, apalagi Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu juga sudah pernah menyampaikan, Wartawan tidak harus mengikuti UKW, serta Perusahaan PERS tidak wajib Terdaftar di Dewan PERS.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu menyebut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada waktu lahir tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers.

“Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” ujar Ninik dalam keterangan resminya, Kamis (04/04/2024).

Menurut Ninik, sepanjang memenuhi syarat, berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.

Hal ini diatur dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sementara itu, dalam Pasal 15 ayat 2 (huruf g) Undang-Undang Pers, tugas Dewan Pers adalah mendata perusahaan pers.

Dalam keterangan itu, Ninik Rahayu mengatakan bahwa setiap perusahaan pers, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, dapat disebut sebagai perusahaan pers meski belum terdata di Dewan Pers.

Bahkan Ninik juga menyampaikan bahwa Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bukanlah syarat bagi seseorang untuk menjadi wartawan di Indonesia.

“UKW bukanlah perintah dan atau amanat dari Undang-Undang Pokok Pers,” tegasnya.

Mengenai informasi wartawan tidak harus mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW), juga perusahaan pers tidak wajib terdaftar di Dewan Pers. Informasi tersebut dapat kita baca melalui pemberitaan beberapa media daerah maupun nasional pada bulan April 2024 yang lalu.

 

Penulis: Lilik Abdi Kusuma

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *